berita-online.id ,Internasional – Presiden Rusia, Vladimir Putin, pada Jumat (1/8/2025) mengumumkan bahwa negara tersebut telah memulai produksi rudal hipersonik terbaru, Oreshnik. Ia menegaskan kembali rencana penempatan rudal tersebut di Belarus, sekutu dekat Moskow, sebelum akhir tahun ini.
Saat berbicara di Pulau Valaam dekat St. Petersburg, bersama Presiden Belarus Alexander Lukashenko, Putin menyampaikan bahwa militer Rusia telah menentukan lokasi penempatan rudal balistik jarak menengah Oreshnik di wilayah Belarus.
Baca Juga : PM Kanada Mark Carney: Ottawa Akan Akui Negara Palestina pada September 2025
“Persiapan lokasi penempatan sedang berlangsung dan kemungkinan besar akan rampung sebelum akhir tahun,” ujar Putin, dikutip dari Associated Press. Ia menambahkan bahwa seri pertama rudal Oreshnik beserta sistem pendukungnya telah selesai diproduksi dan kini telah masuk dalam layanan operasional militer.
Rusia pertama kali menggunakan Oreshnik — yang berarti ‘pohon hazelnut’ dalam bahasa Rusia — pada November tahun lalu dalam serangan terhadap pabrik di Dnipro, Ukraina, yang diketahui pernah memproduksi rudal pada masa Uni Soviet.
Putin memuji kapabilitas Oreshnik yang disebut mampu membawa beberapa hulu ledak dengan kecepatan hingga 10 kali kecepatan suara, menjadikannya sulit untuk dicegat. Ia juga menyatakan bahwa daya ledak rudal tersebut mampu menghasilkan kerusakan setara dengan serangan nuklir apabila digunakan secara simultan.
Putin turut mengingatkan negara-negara anggota NATO bahwa Rusia dapat menggunakan rudal tersebut jika Ukraina diperbolehkan menyerang wilayah Rusia dengan senjata jarak jauh buatan Barat.
Perubahan Doktrin Nuklir Rusia, Belarus Masuk dalam Payung Pertahanan Moskow
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4483070/original/083238100_1687852512-Putin_Muncul_Berpidato_Pertama_Kali_Usai_Percobaan_Pemberontakan_Tentara_Bayaran-AP__6_.jpg)
Kepala pasukan rudal Rusia menyatakan bahwa Oreshnik, rudal balistik jarak menengah yang mampu membawa hulu ledak konvensional maupun nuklir, memiliki jangkauan yang memungkinkan untuk menjangkau seluruh kawasan Eropa.
Rudal jenis ini, yang memiliki daya jelajah antara 500 hingga 5.500 kilometer, sebelumnya dilarang dalam perjanjian era Perang Dingin yang dibatalkan oleh Washington dan Moskow pada tahun 2019.
Pada Desember 2024, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Belarus Alexander Lukashenko menandatangani perjanjian pertahanan yang memberikan jaminan keamanan kepada Belarus. Perjanjian tersebut mencakup kemungkinan penggunaan senjata nuklir Rusia untuk merespons ancaman agresi, menyusul revisi doktrin nuklir Kremlin yang untuk pertama kalinya secara eksplisit menempatkan Belarus di bawah payung nuklir Rusia, di tengah memanasnya ketegangan dengan Barat akibat konflik di Ukraina.
Lukashenko, yang telah memimpin Belarus selama lebih dari tiga dekade dan sangat bergantung pada dukungan ekonomi dan militer dari Moskow, sebelumnya telah mengizinkan Rusia menggunakan wilayahnya untuk mengirim pasukan ke Ukraina pada 2022. Belarus juga menjadi lokasi penempatan senjata nuklir taktis milik Rusia.
Meski jumlah pastinya tidak diungkapkan, Lukashenko menyebut pada Desember bahwa negaranya kini menampung puluhan unit senjata tersebut.
Penempatan senjata nuklir ke Belarus, yang berbatasan langsung dengan Ukraina sepanjang lebih dari 1.000 kilometer, memungkinkan Rusia melancarkan serangan dengan jarak dan waktu tempuh yang lebih singkat. Selain itu, hal ini juga memperluas jangkauan strategis Rusia terhadap negara-negara anggota NATO di kawasan Eropa Timur dan Tengah.
Revisi doktrin nuklir Rusia yang diteken Putin pada Desember 2024 juga melonggarkan kriteria penggunaan senjata nuklir. Dokumen tersebut menyatakan bahwa Rusia dapat menggunakan senjata nuklir sebagai respons terhadap serangan nuklir atau senjata pemusnah massal lainnya yang ditujukan kepada Rusia atau sekutunya. Selain itu, penggunaan senjata nuklir juga dibenarkan jika terjadi agresi bersenjata konvensional terhadap Rusia atau Belarus yang dinilai mengancam kedaulatan atau integritas teritorial kedua negara.






