Dari Investasi hingga SDM, Ini Deretan 6 Agenda Strategis Farid Azhar di LPS

Jakarta Calon Wakil Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Farid Azhar Nasution, memaparkan enam program prioritas jika dirinya terpilih dalam posisi strategis tersebut.

Hal ini disampaikan Farid saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) Wakil Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (DK LPS) untuk periode 2025-2030, di Komisi XI DPR RI, Rabu (2/7/2025).

Farid menyampaikan bahwa arah program ini bertujuan memastikan mandat baru LPS sesuai Undang-Undang P2SK bisa berjalan maksimal.

Salah satu program penting menyangkut pengelolaan investasi. Ia menyoroti peluang penempatan dana LPS pada surat berharga negara (SBN) dari negara lain sebagai strategi mitigasi risiko. Menurutnya, langkah ini akan membantu jika SBN dalam negeri mengalami tekanan.

“Yang pertama adalah penempatan investasi pada surat berharga negara (SBN) negara lain, Pak. Ini apa tujuannya? Untuk mitigasi resiko, kalau nanti di SBN kita mengalami tekanan harga,” ujar Farid.

Kedua, ia juga menyoroti pentingnya efisiensi anggaran. Meski serapan tahun lalu mencapai 93 persen, Farid mempertanyakan efektivitas penggunaan tiap rupiah terhadap tujuan lembaga.

“Tetapi yang perlu diperhatikan adalah apakah setiap rupiah yang dibelanjakan oleh LPS itu hit atau kena dengan tujuan kelembagaannya. Itu yang perlu kita lihat,” ujarnya.

Evaluasi Anggaran Rp1,3 Triliun

Dalam paparannya, Farid menjelaskan struktur anggaran LPS yang mencapai Rp1,3 triliun. Sebanyak Rp800 miliar dialokasikan untuk belanja pegawai, sementara sisanya Rp500 miliar untuk non-kepegawaian, termasuk biaya publikasi dan kehumasan senilai Rp170 miliar. Namun menurutnya, hasil dari belanja publikasi ini belum optimal.

“Tapi kita lihat, dengan anggaran (publikasi) sebesar itu Pak, ternyata masih weak, Pak. Target tahu orang terhadap LPS masih di bawah 70%. Kemudian yang paham itu hanya mencapai 32%. Yang percaya terhadap LPS hanya 30%,” ungkapnya.

Ia menilai pendekatan komunikasi dan pemanfaatan figur publik atau KOL (Key Opinion Leader) harus dievaluasi agar lebih tepat sasaran.

Ketiga, dalam konteks organisasi, Farid menilai LPS perlu lebih siap menghadapi mandat barunya sebagai risk minimizer.

“Artinya Pak, ini jangan-jangan, mungkin kanal-kanalnya keliru. Jangan-jangan programnya kurang pas. Atau jangan-jangan penggunaan KOL-nya kurang pas, Pak. Kita harus menggunakan KOL yang pas. Public figure yang punya pengikut yang banyak,” ujarnya.

Sistem Informasi hingga Kantor Perwakilan Dinilai Perlu Diperkuat

Keempat. penguatan aspek tata kelola dan sistem informasi juga masuk dalam agenda Farid. Ia berencana mereview ulang regulasi pelaksanaan UU dan menata ulang proyek pengembangan sistem IT, terutama untuk bank-bank kecil seperti BPR/BPRS.

Kelima, Farid juga menekankan pentingnya penguatan pengawasan internal, termasuk memperkuat koordinasi dengan Badan Supervisi LPS dan menjalankan rekomendasi hasil audit secara optimal.

Terakhir, ia mengusulkan evaluasi jangkauan kantor perwakilan LPS yang saat ini hanya ada di Medan, Surabaya, dan Makassar.

“LPS perlu mengkaji kembali apakah diperlukan di daerah lain, karena ujungnya adalah public trust sebetulnya supaya orang tau LPS seperti apa,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *