Gencatan Senjata Iran-Israel Diumumkan Donald Trump, Kenyataannya?

Jakarta – Mulai sekitar tengah malam Selasa (24/6) waktu Timur Amerika Serikat (AS), gencatan senjata bertahap selama 24 jam dalam perang Iran Israel berlaku.

Donald Trump mengumumkan via Truth Social bahwa Israel dan Iran telah menyepakati gencatan senjata. Hal ini diumumkan tidak lama setelah Iran meluncurkan serangan rudal terbatas pada Senin (23/6) malam ke Pangkalan Udara Al Udeid di Qatar sebagai balasan atas serangan terhadap tiga situs nuklirnya pada Minggu (22/6).

Dia menjelaskan bahwa kedua negara akan diberi waktu enam jam untuk mengakhiri dan menyelesaikan misi akhir mereka yang sedang berlangsung sebelum gencatan senjata secara penuh diberlakukan. Demikian seperti dilansir AP.

Presiden AS itu menyebut kesepakatan ini sebagai “akhir resmi” dari perang. Kenyataannya, perang Iran vs Israel tak langsung berakhir begitu saja.

Akhir perang selama 12 hari yang mengguncang Timur Tengah masih belum dicapai saat itu juga.

Militer Israel menyatakan bahwa Iran meluncurkan 20 rudal ke arah Israel sebelum gencatan senjata mulai berlaku. Polisi mengatakan serangan tersebut merusak sedikitnya tiga gedung pemukiman padat di Kota Beersheba.

Petugas tanggap darurat menyebutkan mereka menemukan empat jenazah dari satu gedung dan masih mencari kemungkinan korban lain. Sebelumnya, Dinas Pemadam dan Penyelamatan menyebutkan ada lima jenazah yang ditemukan, namun kemudian merevisi jumlah itu menjadi empat.

Sedikitnya 20 orang dilaporkan terluka. Di luar gedung, bangkai mobil-mobil yang terbakar berserakan di jalanan. Pecahan kaca dan puing-puing memenuhi area sekitar. Ratusan petugas darurat berkumpul untuk mencari korban yang mungkin masih terperangkap di dalam bangunan.

Detik-detik Gencatan Senjata Perang Iran Israel

Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa Israel telah menyetujui gencatan senjata bilateral dengan Iran dalam koordinasi dengan Trump.

Netanyahu menyampaikan dia telah melaporkan kepada kabinet keamanan Israel pada Senin malam bahwa Israel telah mencapai seluruh tujuan perangnya dalam operasi selama 12 hari melawan Iran, termasuk menghilangkan ancaman dari program nuklir dan rudal balistik Iran.

Lebih dari satu jam setelah tenggat waktu bagi Iran untuk menghentikan serangan berlalu, Trump menulis di Truth Social, “GENCATAN SENJATA SUDAH BERLAKU. MOHON JANGAN DILANGGAR! DONALD J. TRUMP, PRESIDEN AMERIKA SERIKAT!”

Televisi pemerintah Iran melaporkan bahwa gencatan senjata mulai berlaku pada pukul 7.30 pagi waktu setempat, namun pejabat Iran belum memberikan komentar sejak pengumuman Trump. Beberapa jam sebelumnya, diplomat tertinggi Iran mengatakan negaranya siap menghentikan serangan udara.

“Sejauh ini, TIDAK ADA ‘kesepakatan’ atas gencatan senjata atau penghentian operasi militer,” tulis Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi dalam unggahan di platform media sosial X. “Namun, dengan syarat bahwa rezim Israel menghentikan agresi ilegalnya terhadap rakyat Iran paling lambat pukul 4 pagi waktu Teheran, kami tidak berniat untuk melanjutkan respons militer kami setelah itu.”

Araghchi menambahkan, “Keputusan akhir mengenai penghentian operasi militer kami akan dibuat kemudian.”

Trump kemudian menuduh baik Israel maupun Iran telah melanggar kesepakatan hanya dalam hitungan jam sejak ia sendiri mengumumkan perjanjian itu.

Dalam pernyataan di platform media sosial Truth Social, Trump menyampaikan bahwa tidak akan ada serangan terhadap Iran, dikutip dari laman CNA, Selasa (24/6). Ia menyebut semua pesawat yang sempat dikerahkan akan berbalik arah, kembali ke pangkalan mereka masing-masing, bahkan sambil melambaikan sayap secara simbolis sebagai isyarat damai kepada Iran.

“Tidak ada yang akan terluka, gencatan senjata sudah berlaku!” tulisnya optimistis.

Namun, harapan untuk meredam ketegangan dengan cepat pupus. Beberapa jam setelah pernyataan tersebut, media dari kedua negara melaporkan bahwa Israel kembali meluncurkan serangan udara ke wilayah Iran. Ledakan dilaporkan terdengar di Teheran, menunjukkan bahwa ketegangan di kawasan belum juga reda meski gencatan senjata telah diumumkan.

Saling Klaim Kemenangan

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mendeklarasikan klaim “kemenangan bersejarah” pada hari Selasa (24/6) setelah menyetujui gencatan senjata dengan Iran, dan menegaskan bahwa musuh bebuyutan negaranya tidak akan pernah memperoleh senjata nuklir.

Pernyataan PM Israel, yang disampaikan dalam pidatonya kepada rakyat, muncul setelah Presiden Iran Masoud Pezeshkian mengatakan negaranya bersedia untuk kembali berunding mengenai program nuklirnya.

Klaim kemenangan juga disampaikan Presiden Iran. “Hari ini, setelah perlawanan heroik bangsa kita yang hebat, yang tekadnya membuat sejarah, kita menyaksikan terbentuknya gencatan senjata dan berakhirnya perang 12 hari yang dipaksakan oleh petualangan dan provokasi” Israel,” kata Pezeshkian seperti juga dikutip dari AFP, Rabu (25/6/2025).

Baik Israel maupun Iran sepertinya salin mengklaim kemenangan setelah pengumuman gencatan senjata.

Israel, dalam mengumumkan telah menyetujui rencana Donald Trump, mengatakan telah mencapai semua tujuan militernya. Pemerintah Israel mengatakan Netanyahu telah mengumpulkan kabinetnya “untuk mengumumkan bahwa Israel telah mencapai semua tujuan Operasi Rising Lion dan banyak lagi.” Ia menambahkan bahwa Israel telah menyingkirkan “ancaman eksistensial ganda yang langsung: nuklir dan balistik,” sembari bersumpah untuk menanggapi dengan tegas setiap pelanggaran gencatan senjata.

“Kami telah mengakhiri fase yang signifikan, tetapi kampanye melawan Iran belum berakhir. Kami memasuki fase baru berdasarkan pencapaian fase saat ini,” kata Kepala Staf Eyal Zamir dalam sebuah pernyataan. “Kami telah menunda proyek nuklir Iran selama bertahun-tahun, dan hal yang sama berlaku untuk program rudalnya.”

Militer Israel mengatakan pada hari Selasa (24/6) menyatakan mereka mengalihkan fokusnya kembali ke Gaza setelah perjanjian gencatan senjata dengan Iran.

Sementara itu, badan keamanan tertinggi Iran mengatakan pasukannya telah “memaksa” Israel untuk “secara sepihak” mundur. Korps Garda Revolusi Islamnya juga memuji salvo rudal yang ditembakkan ke Israel “pada saat-saat terakhir sebelum gencatan senjata,” dengan mengatakan bahwa hal itu mengajarkan “pelajaran bersejarah dan tak terlupakan bagi musuh Zionis.”

Reaksi Dunia Soal Gencatan Senjata Akhir Perang 12 Hari Iran Israel?

Komunitas internasional bereaksi dengan optimisme yang hati-hati terhadap berita tentang gencatan senjata.

Arab Saudi dan Uni Eropa menyambut baik pengumuman Trump, sementara juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan Rusia berharap “bahwa ini akan menjadi gencatan senjata yang berkelanjutan.”

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak Iran dan Israel untuk menghormati gencatan senjata. “Pertempuran harus dihentikan. Rakyat kedua negara sudah terlalu menderita,” kata Guterres di X, seraya menambahkan bahwa ia berharap gencatan senjata dapat ditiru dalam konflik lain di kawasan itu, seperti perang Israel-Hamas di Gaza.

Sementara itu, kementerian luar negeri China mengatakan pihaknya mendukung Iran dalam “mencapai gencatan senjata sejati sehingga rakyat dapat kembali ke kehidupan normal.”

Namun, Presiden Prancis Emmanuel Macron memperingatkan ada risiko “meningkat” bahwa Iran akan mencoba memperkaya uranium secara diam-diam menyusul serangan AS dan Israel terhadap situs nuklir.

Brian Katulis, seorang peneliti senior di Middle East Institute, mengatakan masih terlalu dini untuk mengetahui apakah gencatan senjata akan berhasil. Ia mengatakan bahwa negara-negara Teluk Arab, yang dipimpin oleh Qatar yang memiliki koneksi yang baik, melakukan kerja keras diplomasi yang tenang saat mereka berusaha mengembalikan ketenangan di wilayah mereka.

“Trump secara vokal menggunakan kekuatan troll-nya untuk mencoba menahan tindakan Israel dan Iran, tetapi itu tidak terlalu penting dibandingkan dengan peran yang terus dimainkan oleh negara-negara ini,” kata Katulis tentang negara-negara Teluk Arab.

Katulis, yang bekerja di Timur Tengah untuk mantan presiden Bill Clinton, mengatakan operasi militer taktis pemerintahan Trump, dikombinasikan dengan “sejumlah besar komunikasi strategis” membingungkan orang Amerika dan aktor global “tentang apa yang sebenarnya ingin kita lakukan.”

Sementara itu, Teuku Rezasyah, pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran (Unpad), menyebut gencatan senjata yang diumumkan secara sepihak oleh Donald Trump untuk meredakan konflik antara Iran dan Israel dinilai tak memiliki fondasi yang kuat dan hanya berpotensi menjadi jeda singkat dalam ketegangan yang masih membara.

Menurut Teuku Rezasyah, langkah Trump justru menciptakan lebih banyak ketegangan dibanding solusi. Ia menyebut inisiatif ini sebagai “sungsang dari lahir” karena dilakukan secara sepihak dan tanpa konsultasi yang memadai, baik secara domestik maupun internasional.

“Gencatan senjata ini dipaksakan untuk segera berlaku tanpa kesiapan di lapangan. Sulit diimplementasikan secara benar dan berkelanjutan,” ujar Teuku Rezasyah. Ia juga menyoroti merosotnya kredibilitas Trump di dalam negeri, yang menurutnya memperlemah posisi politiknya sebagai mediator. “Trump berselisih dengan pimpinan intelijen, bersengketa dengan Elon Musk, dan bahkan menyerang Iran tanpa restu legislatif.”

Siapa Diuntungkan Gencatan Senjata, Iran atau Israel?

Dalam pandangan Teuku Rezasyah, serangan udara Amerika yang mendahului gencatan senjata justru memperkuat posisi militer Israel dan memberikan mereka ruang untuk mengevaluasi strategi serangan berikutnya.

“Bagi Israel, dukungan militer AS menaikkan semangat tempur sekaligus membuka mata tentang kelemahan pertahanan udara Iran,” jelasnya. Sebaliknya, bagi Iran, keputusan menghentikan pertempuran datang di saat mereka merasa sedang berada di atas angin, setelah berhasil menyerang kota-kota besar dan instalasi strategis di Israel.

Teuku Rezasyah menambahkan bahwa dukungan terhadap gencatan senjata di internal Iran juga tidak bulat. “Iran merasa memiliki dasar sah untuk mempertahankan diri, sesuai dengan Pasal 51 Piagam PBB. Pemaksaan untuk menghentikan perang justru dipandang merugikan semangat nasional mereka.”

Saat ditanya apakah ada kesepakatan yang kuat antara kedua belah pihak, Teuku Rezasyah menjawab tegas bahwa kesepakatan yang ada terjadi karena keterpaksaan, bukan karena kesadaran bersama.

“Dendam kesumat antara Iran dan Israel sudah sangat dalam dan berlangsung lama. Sulit mencari titik temu yang benar-benar tulus,” ujarnya. Ia juga menyebut bahwa bagi Israel, keberadaan dan kekuatan Iran adalah penghalang bagi ambisi lama mereka mewujudkan “Israel Raya”. Sementara itu, bagi Iran, baik Israel maupun AS adalah musuh ideologis—digambarkan dalam retorika politik mereka sebagai Setan Kecil dan Setan Besar.

Persepsi Dunia Terhadap Peran Trump

Terkait peran Donald Trump sebagai inisiator gencatan senjata, Teuku Rezasyah menilai respons dunia terbelah. “Bagi sebagian pihak di Barat, langkah Trump menuai simpati karena berhasil meredakan krisis—meski hanya sementara.”

Namun bagi komunitas internasional yang lebih kritis, tindakan Trump dinilai sebagai praktik Gunboat Diplomacy—kebijakan luar negeri yang mengedepankan kekuatan militer ketimbang diplomasi atau hukum internasional.

“Inisiatif ini justru mencoreng semangat Piagam PBB yang mengedepankan penyelesaian konflik lewat dialog dan jalur damai. Jika terus dilakukan, ini bisa menjadi preseden buruk dan menginspirasi negara lain untuk bertindak sewenang-wenang di masa depan,” tegas Teuku Rezasyah.

Bagaimana Nasib WNI?

Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri, Andy Rachmianto, mengungkapkan ada sekitar 200 lebih warga negara Indonesia (WNI) memilih menetap di Iran di tengah konflik dengan Israel. Seluruh WNI itu menetap di Kota Qom, Iran.

Andy mengatakan para WNI itu kebanyakan mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan. Menurutnya, Qom adalah kota yang aman dan tidak menjadi target serangan Israel maupun Amerika Serikat.

Sejauh ini sebanyak 11 dari 97 WNI berhasil dievakuasi dari Iran, oleh Pemerintah Indonesia pada kloter pertama. Mereka menumpang pesawat Turkish Airlines tiba di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, sekitar pukul 17.25 WIB, Rabu (25/6).

“Pasca-ketibaan 11 WNI di Jakarta yang dievakuasi dari Iran pada tanggal 24 Juni 2025 kemarin, hari ini (25/6) akan kembali tiba 48 WNI dan 1 WNA evacuees,” ujar Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI), Judha Nugraha dalam sebuah pernyataan seperti dikutip Rabu (25/6).

“Ke-49 evacuees tersebut tiba dalam tiga penerbangan komersial dari Baku, Azerbaijan, menggunakan Istanbul dan Doha sebagai transit, sebelum terbang ke Jakarta,” jelas Judha.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *