Teheran – Angkatan Bersenjata Iran (IRGC) mengeluarkan peringatan keras kepada warga Israel, khususnya yang berada di wilayah yang diduduki, untuk segera mengungsi. Peringatan ini disampaikan setelah serangan rudal besar-besaran Iran ke Tel Aviv dan Haifa pada 16 Juni 2025, yang menewaskan sedikitnya lima warga sipil dan melukai lebih dari 90 orang lainnya. Serangan tersebut juga merusak fasilitas penting, termasuk kedutaan besar AS di Tel Aviv dan beberapa sekolah serta bangunan residensial di Bnei Brak dan Haifa. Menurut laporan, serangan ini merupakan balasan atas serangan Israel terhadap fasilitas nuklir Iran di Natanz, yang menyebabkan kerusakan signifikan pada 15.000 sentrifugal.
Juru bicara IRGC, Kolonel Reza Sayyad, menegaskan bahwa serangan ini adalah bagian dari “hukuman” atas tindakan Israel dan mengingatkan bahwa wilayah yang diduduki Israel tidak akan aman jika serangan balasan terus berlanjut. “Peringatan bagi kalian dalam beberapa hari ke depan; tinggalkan wilayah yang kalian duduki, karena tentu saja, mereka tidak akan dapat dihuni di masa depan!” ujar Sayyad. Ia juga menyatakan bahwa IRGC memiliki data lengkap mengenai target-target sensitif di Israel, termasuk situs militer, pusat pengambilan keputusan, dan tempat tinggal para komandan militer.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menanggapi ancaman tersebut dengan menyerukan serangan balasan. “Iran melakukan kesalahan besar malam ini dan mereka akan membayarnya,” ucap Netanyahu. Ia menegaskan bahwa serangan Israel sebelumnya bertujuan untuk mempertahankan diri dan membalas musuh-musuhnya. Presiden Amerika Serikat Joe Biden juga menyatakan dukungannya terhadap Israel pasca serangan rudal Iran di Tel Aviv, meskipun pemerintahannya masih berdiskusi dengan Israel mengenai respons yang akan diberikan.
Konflik ini telah menyebabkan lebih dari 224 orang tewas, sebagian besar warga sipil, dan menambah ketegangan di kawasan Timur Tengah. Pemerintah Iran juga meminta Amerika Serikat melalui Oman, Qatar, dan Arab Saudi untuk menekan Israel agar menghentikan agresinya, dengan menawarkan fleksibilitas dalam pembicaraan nuklir sebagai imbalannya. Namun, upaya diplomatik ini belum membuahkan hasil, dan kedua belah pihak tetap pada posisi masing-masing.