Jakarta – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkapkan pihaknya mendapatkan laporan ada dugaan praktik pengoplosan beras dari beras Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang diubah menjadi kemasan beras premium.
Amran juga meminta, pengoplos beras Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) menjadi beras premium segera sadar dan menghentikan praktik curang sebelum ditindak tegas pemerintah.
“Ini laporan dari bawah, kami minta tolong jangan dilakukan, jangan diulangi (mengoplos beras SPHP jadi premium),” ujar Mentan seperti dikutip dari Antara, Jumat (21/6/2025).
Amran menegaskan hal tersebut merupakan pelanggaran serius karena merugikan masyarakat dan merusak tujuan utama Program SPHP dalam menjaga keterjangkauan harga beras di pasaran.
Berdasarkan informasi yang diterima pihaknya, distribusi beras SPHP ke penyalur diduga mencapai 60 hingga 80 persen. Beras tersebut lalu diubah kemasannya tidak sesuai ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah yakni menjadi kemasan beras premium.
“Kalau informasi yang kami terima SPHP yang dijual ke penyalur itu 60-80 persen (lalu diubah kemasan jadi premium), 20-40 persen itu dijual sesuai standar,” tutur Mentan.
Beras SPHP yang seharusnya didistribusikan sesuai standar justru dibongkar, dikemas ulang, dan dipasarkan dengan harga medium atau premium, padahal produk tersebut masih dalam skema Program SPHP.
Amran menyatakan, data laboratorium sudah diperiksa untuk menelusuri indikasi pelanggaran dan berharap pelaku di lapangan tidak lagi mengulangi kesalahan yang sama.
Pemerintah mengingatkan seluruh pelaku usaha distribusi beras untuk tidak bermain-main dengan program SPHP karena jika terbukti melakukan kecurangan, akan ada sanksi yang dijatuhkan sesuai hukum berlaku.
Tindakan Pidana
Di sisi lain, Ketua Satgas Pangan Mabes Polri Brigjen Helfi Assegaf menuturkan, praktik para pengusaha maupun produsen yang mengemas beras dengan komposisi yang tidak sesuai dengan isi, mutu dan kualitasnya merupakan tindakan pidana.
“Ini jelas merupakan tindak pidana berdasarkan Pasal 62, Pasal 8, dan Pasal 69 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Jadi, semuanya sudah diatur sedemikian rupa,” tutur Helfi.
Helfi mengingatkan bila pengusaha atau produsen masih melakukan praktik kotor tersebut dan ketahuan, mereka akan dikenakan hukuman dengan ancaman penjara hingga lima tahun serta denda sebesar Rp2 miliar.
“Namun demikian, pemerintah masih memberikan waktu dua minggu. Artinya hingga tanggal 10 Juli, kita akan melakukan pengecekan ke seluruh ritel, baik ritel modern maupun pasar tradisional. Apabila masih ditemukan pelaku tindak pidana yang dimaksud, maka kita akan melakukan penegakan hukum,” ujar dia.
Menteri Amran Bongkar Kecurangan Beras, Konsumen Rugi Rp 99 Triliun
Sebelumnya, Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap dugaan praktik kecurangan besar-besaran dalam distribusi beras di berbagai daerah yang menyebabkan potensi kerugian konsumen hingga Rp 99,35 triliun. Dugaan itu mencakup manipulasi kualitas dan harga yang tidak sesuai ketentuan.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menjelaskan, temuan ini bermula dari kejanggalan di lapangan, meski produksi padi nasional tengah mencapai puncaknya.
“Ini ada anomali, kita cek bersama di pasar 10 provinsi, kota besar Indonesia. Kami cek, mulai mutu kualitas, timbangannya, beratnya, dan seterusnya. Ternyata ada yang tidak pas, termasuk HET (harga eceran tertinggi),” ujar Mentan dalam konferensi pers di Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis (26/6/2025)
Saat ini, stok beras nasional tercatat mencapai 4,15 juta ton, tertinggi dalam 57 tahun terakhir.Temuan Serius dari Lapangan
Untuk memastikan data akurat, Kementan melibatkan Badan Pangan Nasional, Satgas Pangan, Kejaksaan, serta Kepolisian dalam melakukan pengecekan langsung di lapangan. Sampel diambil dari 268 titik di 10 provinsi sejak 6 hingga 23 Juni 2025, termasuk dari Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), pasar-pasar di Jabodetabek, Sulawesi Selatan, Lampung, Aceh, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, dan Jawa Barat.
Hasilnya Mengkhawatirkan
Hasilnya cukup mengkhawatirkan:
- Beras Premium (sampel: 136 merek)
- 85,56% tidak sesuai mutu
- 59,78% di atas HET
- 21,66% tidak sesuai berat kemasan
Beras Medium (sampel: 76 merek)
- 88,24% tidak sesuai mutu
- 95,12% di atas HET
- 9,38% tidak sesuai berat kemasanUntuk menjaga integritas data, proses uji dilakukan di 13 laboratorium di 10 provinsi.
“Kita gunakan lab karena kita tidak ingin salah, kita tidak ingin ceroboh… karena ini sangat sensitif,” jelas Mentan.