berita-online.id ,Internasional – Para penyelidik mengungkapkan bahwa pelaku penembakan massal di gereja di Sekolah Katolik Annunciation di Minneapolis, Minnesota, Amerika Serikat (AS) saat misa pada Rabu (27/8/2025), terobsesi membunuh anak-anak.
Kepala Kepolisian Minneapolis Brian O’Hara menyatakan bahwa pelaku bernama Robin Westman tidak memiliki motif yang jelas.
BACA JUGA : Presiden Argentina Dilempari Batu di Tengah Skandal Korupsi
“Pelaku tampaknya membenci kita semua,” kata O’Hara dalam konferensi pers pada Kamis (28/8/) seperti dilansir BBC. “Namun, yang paling diinginkannya adalah membunuh anak-anak.”
Dalam peristiwa tragis tersebut, dua anak tewas dan 18 orang lainnya luka-luka. Korban tewas diidentifikasi sebagai Fletcher Merkel (8) dan Harper Moyski (10).
Ayah Fletcher, Jesse Merkel, mengungkapkan kesedihannya kepada para wartawan.
“Kemarin, seorang pengecut memutuskan untuk merenggut putra kami, Fletcher, yang berusia delapan tahun dari kami,” ujarnya sambil menahan tangis. “Fletcher sangat mencintai keluarga, teman-temannya, memancing, memasak, dan semua olahraga yang diizinkan untuk dia mainkan. Peluk dan cium anak-anak Anda lebih erat hari ini. Kami mencintaimu, Fletcher. Kamu akan selalu bersama kami.”
Sementara itu, orang tua Harper, Michael Moyski dan Jackie Flavin, menyampaikan pernyataan tertulis.
Mereka menggambarkan Harper sebagai gadis berusia 10 tahun yang ceria, penuh semangat, dan sangat dicintai, yang tawa, kebaikan hati, dan semangatnya menyentuh setiap orang yang mengenalnya.
“Sebagai keluarga, kami hancur, dan kata-kata tidak bisa menggambarkan dalamnya rasa sakit ini,” tulis mereka.
Mereka juga menyampaikan harapan agar kenangan akan Harper dapat mendorong tindakan nyata untuk menghentikan kekerasan bersenjata.
“Tidak satu pun keluarga seharusnya mengalami rasa sakit seperti ini. Perubahan itu mungkin dan memang perlu — agar kisah Harper tidak menjadi satu dari sekian banyak tragedi lainnya,” sebut Moyski dan Flavin.
Kebencian terhadap Berbagai Kelompok
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5329875/original/002876800_1756343373-Untitled.jpg)
Pejabat terkait hingga kini baru merilis sedikit informasi mengenai latar belakang pelaku. Namun, diketahui bahwa Westman, yang berusia 23 tahun, pernah bersekolah di sekolah tempat penembakan berlangsung dan ibunya juga pernah bekerja di sana.
Westman diyakini mendekati sisi Gereja Annunciation lalu melepaskan puluhan tembakan melalui jendela menggunakan tiga senjata api. Polisi juga menemukan sebuah bom asap di lokasi kejadian.
Dalam konferensi pers pada Kamis (28/8), Penjabat Jaksa Agung AS untuk Minnesota Joseph Thompson mengatakan bahwa pelaku menunjukkan kebencian terhadap berbagai kelompok, termasuk komunitas Yahudi dan terhadap Presiden Donald Trump.
Pelaku ditemukan tewas di lokasi akibat luka tembak yang diduga dilakukannya sendiri. Dia meninggalkan sebuah catatan, meskipun pejabat menyatakan bahwa motif pasti dari penyerangan ini mungkin tidak akan pernah benar-benar diketahui.
“Saya tidak akan mengulang isi pesan yang ditinggalkan pelaku karena isinya sangat mengerikan dan menjijikkan,” beber Thompson.
Secara hukum, nama Westman diubah dari Robert menjadi Robin pada tahun 2020, dengan catatan dari hakim bahwa dia mengidentifikasi dirinya sebagai perempuan. Namun, beberapa pejabat federal dan aparat penegak hukum masih merujuk pada pelaku sebagai laki-laki saat membahas kasus ini.
O’Hara, juga mengimbau agar media berhenti menyebutkan nama pelaku karena menurutnya, tujuan utama dari aksi penembakan ini adalah untuk mendapatkan ketenaran.
Dia menambahkan bahwa pelaku, “Seperti banyak pelaku penembakan massal lainnya yang terlalu sering kita lihat di negara ini dan di seluruh dunia, memiliki ketertarikan yang menyimpang terhadap penembakan massal sebelumnya.”
Senjata Legal
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5329877/original/003423800_1756343651-Untitled.jpg)
Direktur FBI Kash Patel menyebut serangan ini sebagai “tindakan terorisme domestik yang didorong oleh ideologi penuh kebencian.”
Dalam unggahan di platform X, Patel mengungkapkan bahwa pelaku meninggalkan berbagai pesan anti-Katolik dan anti-agama yang tertulis di senjata serta dalam catatan yang ditemukan oleh penyelidik.
“Pelaku menyatakan kebencian dan seruan kekerasan terhadap orang Yahudi, menulis ‘Israel harus jatuh’, ‘Bebaskan Palestina’, serta menggunakan bahasa vulgar terkait Holocaust,” tulis Patel.
Pejabat terkait menyatakan bahwa tindakan cepat gereja yang mengunci pintu sebelum misa dimulai kemungkinan besar telah menyelamatkan banyak nyawa.
Semua senjata yang digunakan dalam penyerangan diketahui dibeli secara legal. Pelaku juga tidak masuk dalam daftar pengawasan pemerintah dan sejauh ini tidak ada informasi mengenai riwayat atau diagnosis kesehatan mental yang dimilikinya.
Menanggapi tragedi ini, sejumlah legislator, termasuk wali kota Minneapolis menyerukan diberlakukannya larangan terhadap senjata serbu.