berita-online.id ,Internasional – Presiden Donald Trump kembali mengambil langkah menarik Amerika Serikat (AS) keluar dari Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).
“Wakil juru bicara Gedung Putih Anna Kelly menyatakan, Presiden Trump memutuskan menarik AS dari UNESCO yang dinilai mendukung agenda ‘woke’, isu-isu budaya dan sosial yang memecah belah, serta tidak sejalan dengan kebijakan akal sehat yang dipilih rakyat AS pada November,” ujar Anna Kelly pada Selasa (22/7/2025) dikutip dari CNN.
Istilah “woke” digunakan Trump sebagai kritik terhadap lawan politik dan sebagai simbol pembelaan nilai-nilai tradisional Amerika.
Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Tammy Bruce, menyebut partisipasi AS di UNESCO tidak lagi sesuai dengan kepentingan nasional dan penarikan akan efektif berlaku mulai 31 Desember 2026.
AS merupakan anggota pendiri UNESCO sejak 1945, namun sempat keluar pada 1984 karena masalah pengelolaan keuangan dan dugaan keberpihakan terhadap kepentingan AS. Pada 2003, AS kembali bergabung di bawah pemerintahan Presiden George W. Bush yang menilai UNESCO telah melakukan reformasi.
Namun, pada masa jabatan pertama Trump, AS kembali menarik diri dari UNESCO, dan bergabung lagi saat Joe Biden menjabat. Setelah Trump kembali menjabat, ia memerintahkan peninjauan ulang partisipasi AS, termasuk potensi antisemitisme dan sentimen anti-Israel dalam organisasi.
Tammy Bruce menegaskan bahwa UNESCO dianggap terlalu fokus pada isu sosial dan budaya yang memecah belah serta terlalu terikat pada agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB yang bertentangan dengan kebijakan luar negeri ‘America First’.
Bruce juga menyoroti keputusan UNESCO menerima ‘Negara Palestina’ sebagai anggota yang bertentangan dengan kebijakan AS dan memicu retorika anti-Israel di dalam organisasi.
UNESCO dan Israel Tanggapi Penarikan AS dari Organisasi
Direktur Jenderal UNESCO, Audrey Azoulay, menyampaikan penyesalan atas keputusan Amerika Serikat menarik diri, namun menegaskan bahwa UNESCO telah mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan tersebut.
“Keputusan ini bertentangan dengan prinsip dasar multilateralisme dan paling berdampak pada banyak mitra kami di AS — komunitas yang berupaya mencantumkan situs ke dalam Daftar Warisan Dunia, status Kota Kreatif, dan UNESCO Chairs,” ujar Azoulay.
Meski demikian, ia menyatakan pengumuman ini sudah diperkirakan dan menolak tudingan AS yang dinilai bertentangan dengan upaya UNESCO, terutama dalam pendidikan tentang Holocaust dan perjuangan melawan antisemitisme.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar, menyambut baik keputusan AS sebagai langkah yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan hak Israel mendapatkan perlakuan adil dalam sistem PBB.
“Penargetan terhadap Israel dan politisasi oleh negara anggota harus dihentikan, baik di lembaga ini maupun seluruh badan profesional PBB,” tulis Saar dalam unggahan di platform X pada Selasa. Ia juga mengucapkan terima kasih atas dukungan moral dan kepemimpinan AS, terutama di forum multilateral yang selama ini dipenuhi diskriminasi terhadap Israel.





